ASEAN FREE TRADE AREA
(AFTA)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional
bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Skema Common Effective Preferential
Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1
mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan
terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan
semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia,
Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar
dan Vietnam pada tahun 2015.
ASIA-PASIFIC ECONIMIC
COOPERATION(APEC)
APEC
adalah singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi
Asia Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan
pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik.
Dengan kata lain Asia-Pacific Economic Cooperation, atau APEC, adalah forum
utama untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, kerjasama, perdagangan dan
investasi di kawasan Asia-Pasifik. APEC adalah satu-satunya pemerintahan antar
kelompok di dunia yang beroperasi atas dasar komitmen yang tidak mengikat,
dialog terbuka dan sama menghormati pandangan dari semua peserta. Tidak seperti
WTO atau badan-badan perdagangan multilateral lainnya, APEC tidak memiliki
kewajiban perjanjian yang diperlukan dari peserta. Keputusan yang dibuat dalam
APEC yang dicapai dengan konsensus dan komitmen yang dilakukan secara sukarela.
APEC memiliki 21 anggota – disebut sebagai “Member Ekonomi” – yang menyumbang
sekitar 40,5% 1 dari populasi dunia, sekitar 54,2% 1 dari GDP dunia dan sekitar
43,7% 2 dari perdagangan dunia.
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi
Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan
antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu
persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai
hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat
pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya.
Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu
para produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam kegiatan perdagangan.
Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi
Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.
PKO dan Rwanda
Pembagian
tugas kepemimpinan Pokja dan Komite biasanya ditentukan oleh lima anggota
permanen PBB berdasarkan konsultasi yang telah mereka lakukan secara informal
dengan masing-masing anggota non-permanen yang akan memegang kursi kepemimpinan
di Pokja maupun Komite Sanksi.
Dubes
Rezlan melihat penunjukan terhadap Indonesia sebagai ketua Pokja Peacekeeping
Operations sangat sesuai dengan kapasitas Indonesia yang sudah sejak 1957 aktif
mengirimkan pasukan penjaga perdamaian untuk misi PBB ke berbagai negara.
"Mungkin
mereka menilai kita memiliki pengalaman, pengetahuan dan komitmen tinggi. Kita
bisa memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman tentang keberhasilan,
kegunaan dan perkembangan 'peacekeeping', mandat, dan sebagainya,"
katanya.
Menurut
catatan, Indonesia telah sejak tahun 1957 aktif mengirimkan pasukan untuk misi
penjagaan perdamaian PBB di berbagai negara, termasuk kawasan Timur Tengah,
Kongo, Vietnam, Namibia, Kamboja, Somalia, Bosnia-Herzegovina, Mozambik,
Filipina, Tajikistan, Sierra Leone, dan Liberia.
Saat
ini, Indonesia juga menempatkan 850 personel TNI-nya di Lebanon untuk bergabung
dengan penjaga perdamaian PBB di wilayah tersebut.
Adapun
masalah Rwanda, kendati selama ini Indonesia kurang menyentuh isu tersebut
secara khusus, Rezlan menganggapnya sebagai kesempatan baik bagi Indonesia
untuk memberikan kontribusi terhadap perdamaian di negara itu dan kawasan
Afrika pada umumnya.
Sekitar
75 persen permasalahan yang dibahas di Dewan Keamanan PBB saat ini menyangkut
situasi di negara-negara Afrika.
Rezlan
menganggap bahwa Indonesia memiliki ikatan emosional dan historis yang sangat
dalam dengan negara-negara Afrika, sehingga Indonesia juga memiliki kepentingan
untuk melihat adanya kemajuan dalam upaya penyelesaian masalah di berbagai
negara Afrika, termasuk Rwanda.
Rwanda,
yang mendapatkan sanksi embargo senjata melalui Resolusi DK-PBB no 918 tahun
1994, saat ini masih dalam pengawasan PBB.
Melalui
Resolusi Dewan Keamanan No 1717 tahun 2006, PBB telah membentuk Pengadilan
Kejahatan Internasional bagi semua -- termasuk warga negara Rwanda -- pelaku
pembersihan etnis dan bentuk-bentuk kejahatan lain yang melanggar hukum
kemanusiaan internasional di wilayah Rwanda dan negara-negara tetangganya
antara 1 Januari hingga 31 Desember 1994.
Menurut
catatan media, pembantaian atau juga disebut genosida di Rwanda oleh sekelompok
ekstremis suku Hutu telah menewaskan sekitar 800.000 warga suku Tutsi dan Hutu
moderat dalam kurun waktu 100 hari saja pada 1994.
Serangkaian
pembantaian itu dipicu oleh penembakan terhadap Presiden Rwanda, Juvenal
Habyarimana (8 Maret 1937-6 April 1994) yang berasal dari suku Hutu.
Pada
saat itu, banyak kalangan menilai pembunuhan besar-besaran di Rwanda tidak
mendapat perhatian besar dari dunia internasional, termasuk PBB.
Di
Dewan Keamanan, misalnya, terjadi veto hingga menyebabkan turunnya jumlah
pasukan penjaga perdamaian PBB dari 2.500 personel menjadi 450 personel, yang
dianggap Presiden Rwanda Paul Kagame merupakan kegagalan pihak internasional
mencegah pembantaian selama 100 hari di Rwanda.